You make me love you…
[ NB : Disini pembaca akan menjadi tokoh ” Kang Jae Ri” ]
Akhirnya setelah lima belas tahun, kucium kembali aroma Negara Ginseng ini. Beberapa menit yang lalu, aku baru saja tiba di Seoul. Akupun masih terpana dengan perubahan yang ada di Seoul sekarang ini. Lima belas tahun yang lalu, Seoul belum terlihat semegah ini.
Mungkin, supir taksi yang ada diberada tak jauh dari tempatku berdiri gemas melihatku yang sedari tadi tak beranjak dari tempat aku berdiri sekarang ini. Sehingga dia memanggilku “Hei, Nona ! Kau ini sebenarnya ingin menuju kemana?”
“Mianhada…” Jawabku sambil membungkukkan badan
“Aku ingin ke stasiun kereta api pusat, paman” Tambahku.
“Baiklah, ayo..segeralah masuk Nona. Jangan terlalu lama berdiri di tengah jalan seperti itu. Tidak baik kalau dilihat orang.” perintah supir taksi tersebut.
Akupun segera mengiyakan, dan segera naik kedalam taksi tersebut
Kusempatkan, membuka kaca taksi sejenak untuk melihat betapa megahnya Bandara Incheon sekarang ini, sebelum taksi nantinya sudah benar-benar meninggalkan Bandara Incheon untuk menuju ke jalan raya.
Sesampainya Di Stasiun..
Entah mengapa, udara di Seoul kali ini sedikit terasa dingin bagiku. Kurapatkan Jaket yang sedang kupakai ini, sambil berlari menuju kereta tujuanku. Untung, aku belum terlambat dan masih sempat mendapatkan kereta.
Ya, setidaknya udara didalam kereta sekarang terasa jauh lebih hangat bila dibandingkan dengan udara di luar tadi. Jadi kubuka saja jaket yang tadi sempat kututup.
Aku berjalan menyusuri orang-orang yang ada di dalam kereta , sambil kusempatkan melihat kekanan dan kekiri untuk mencari siapa tahu masih ada tempat duduk yang kosong, yang nantinya masih bisa untuk kududuki. Tak butuh waktu lama untuk mencari tempat duduk, akupun segera memperolehnya. Segera kujatuhkan tubuh ini diatas tempat duduk kereta.
“Hah….” Ujarku lega.
Kutoleh penumpang lainnya, pemandangan didalam kereta kali ini sungguh berbeda dari apa yang kulihat lima belas tahun yang lalu. Belum selesai aku mengamati penumpang yang ada dikereta ini, konsentrasiku mendadak buyar karena tiba-tiba aku mendengar suara orang yang sedang menggiggit buah apel. Ternyata, suara tersebut berasal dari Pria berambut hijau terang yang ada disampingku.
Pria tersebut nampaknya tengah asik membaca majalah, sambil memakan buah apel, sejenak aku memandanginya dan entah mengapa aku jadi teringat akan kejadian Lima Belas tahun yang lalu..
Lima Belas tahun yang lalu…..
*FLASH BACK*
“Jae Ri !!!! Turunlah, aku membawakan sesuatu untukmu !” Ujar Seung Hyun dari bawah. Saat ini, aku bersama kakakku sedang berada di atas pohon, dan Seung Hyun teman semasa kecilku berteriak memanggilku dari bawah.
“Apa yang kau bawa?” Teriakku dari atas pohon.
“Ini ada buah apel. Ayahku yang membelikannya, turun dan makanlah ini Jae Ri !” sambil menunjukkan buah apel yang dia bawa.
“Kau tahu, aku kan tak suka apel.”
“Tapi apel ini, berbeda dengan apel yang biasanya Jae Ri. Apel khas dari daerah Uiseong, kau tahu ? kualitas apel dari daerah itu adalah yang nomor satu ! Ayo, turunlah !”
“Tidak !!! mau seperti apapun rayuanmu , aku tidak akan turun”
“Kumohon, Jae Ri. Turun dan cobalah ini.” Pinta Seung Hyun..
Mungkin, kakak sudah tidak tahan lagi dengan kekeras kepalaan kami berdua. Akhirnya kakak pun membuka suara.
“Turunlah Jae Ri… Makanlah satu buah apel yang sudah dia bawa.”
“Tapi,kakak kan tahu aku ini tak suka buah apel.”
“Iya, aku tahu Jae Ri.. Tapi,setidaknya hargailah Seung Hyun . Ia sudah membawakan apel itu untukmu. Turunlah, kakak juga akan turun kok ^^.”
“Baiklah, aku turun kak..” Ujarku lirih.
Akupun segera turun dari pohon . Kuhampiri Seung Hyun, dan kuambil buah apel yang ia suguhkan untukku.
“Cobalah.” Ujarnya sambil tersenyum.
“Kalau aku kenapa napa, kau harus bertanggung jawab !” ancamku.
Seung Hyun pun hanya tersenyum, ia begitu terlihat gembira melihatku menggigit apel pemberiannya.
Apel tersebut berhasil kukunyah, dan…
“Bagaimana rasanya ?” Seung Hyun pun bertanya antusias padaku.
Sedikit malu untuk mengakuinya, tapi ketika kumelihat kakak yang tersenyum melihatku di kejauhan akupun memberanikan diri untuk mengakuinya..
“Benar katamu, apel ini benar-benar berbeda dari apel biasanya.”
*FLASH BACK end*
***
Sejak saat itu, aku memanggil Seung Hyun dengan sebutan “Bocah Apel”
“Hahahaha..Tidak mungkin dia Seung Hyun” yakinku pada diri sendiri.
Kuambil, catatan yang ada di saku jaketku. Kupandangi alamat yang tertera pada kertas yang aku pegang
“Seoul, Daegu, Uiseong, 46-12, Green Core” itulah tempat yang menjadi tujuanku.
Yang menyeretku untuk menapakkan kaki lagi ke Seoul, setelah lima belas tahun aku meninggalkan Negara ini.
“Kakak…Aku merindukanmu..Tunggulah kedatanganku” kucium catatan itu dengan lembut.
“Itu alamat yang ingin kau tuju?” ujar pria yang ada disebelahku.
Ia membuatku kaget, cepat-cepat segera kumasukkan lagi catatan tersebut kedalam saku jaketku. Aku tak menjawabnya, dia orang yang tak kukenal untuk apa aku memberitahukan tujuanku pada pria itu.
“Mau kutemani? Aku juga ingin kesana.” Kali ini, ia menutup majalahnya dan mulai memandangiku.
“Oh, Tuhan ! kalau pria ini berani macam-macam terhadapku ijinkan aku untuk memukulnya” Doaku dalam hati.
“Namaku TOP” ia menjulurkan tangannya.
Namun, sepertinya keberuntungan masih berpihak padaku. Kereta sudah sampai tujuan, dan pintu pun terbuka. Segera kuambil langkah seribu, aku harus pergi darinya sebelum aku berhasil menjadi korban pencurian atatu pelecehan seksual.
Cukup jauh aku berlari, nafasku terenggah-enggah. Kutengok daerah sekitarku, sepertinya aku berhasil melarikan diri dari pria yang tak kukenal tersebut.
Setelah merasa benar-benar aman, akupun tak lagi berlari, Namun, secara mengejutkan ada yang menepuk pundakku. Sontak, segera kutoleh dan ternyata pria berambut hijau teranglah yang menepuk pundakku.
“Hehehe…cukup cepat juga lari mu. Tapi, aku tetap masih bisa menangkapmu” ujar pria tersebut dengan nafas yang masih terengah-engah.
“Sudah, jangan ikuti aku. Kita kan tidak saling mengenal. Kau pasti pencuri!”
“Hei, apa pantas orang sepertiku ini disebut pencuri.” Ia menarik tubuhku, dan memaksaku untuk memandanginya.
Segera kudorong pria tersebut, “awas kau ya ! kalau kau berani macam-macam aku kutunjukkan tinjuku ini padamu !”
Kutunjukkan kepalan tangan ini dihadapannya, berharap dia akan takut dan pergi menjauihiku.
“Nona, aku ini TOP. Aku orang baik-baik, ya..anggap saja aku akan menjagamu diperjalanan supaya kau selamat sampai ketempat alamat tujuanmu itu.” Ujarnya, sambil menunjuk kearah kantong jaketku.
“Lalu, setelah kau berhasil mengantarku kau pasti akan minta imbalan padaku ? Haa..atau ditengah jalan nantinya kau pasti akan menodongku ! Kuberitahu kau dari awal, kalau kau pencuri kau telah salah memilih sasaran, karena apa? Karena aku tak membawa banyak uang ! sudah, sana cari sasaran yang lebih kaya dariku !” gertakku.
Namun, ia malah tertawa.
“Aku memang sudah bekerja. Tapi, pekerjaanku bukan pencuri. Aku saat ini sedang kabur dari rutinitasku bekerja. Aku sedang merasa jenuh, dan aku berencana untuk jalan-jalan sendiri.”
“jalan-jalan sendiri ? aneh sekali kau ini.”
“ kau tak percaya ? Lihat, lihat ini puluhan kali ada telepon masuk yang menghubungiku. Namun, tak ada satupun yang kujawab karena mereka pasti akan menyuruhku untuk segera kembali bekerja.” Tambahnya sambil menunjukkan puluhan panggilan masuk yang mencoba menghubunginya.
Tapi, bila dilihat dari ponsel yang ia keluarkan ia bisa dikatakan bukan pencuri. Karena, mana ada pencuri yang memiliki ponsel semahal itu. Aku tahu, ponsel yang ia miliki itu ponsel mahal yang baru saja dipasarkan sebulan yang lalu.
Baiklah, aku mencoba melunakkan hati. Setidaknya keyakinanku 100% bahwa dia adalah penguntit yang mencoba mengikutiku, jadi berkurang sedikit. Tapi, tetap saja aku harus waspada terhadapnya.
Tak jauh dari tempat kami berdiri, ternyata terdapat pohon sakura. Begitu senang aku melihatnya,
“Waahh, disini rupanya ada bunga sakura” teriakku gembira.
dan tepat sekali dibawah pohon sakura tersebut, ada sebuah kursi panjang. Aku berjalan menuju kursi itu, TOP pun mengikutiku dari belakang.
Kini, ia duduk disampingku..
“Aku TOP dan aku adalah pria baik-baik. Aku bukan seorang pencuri.” Ia mengulangi perkataannya lagi, dan aku pun tersenyum geli
“Kau kan tadi sudah bilang itu, kenapa kau ulangi lagi?”
“Aku hanya ingin meyakinkanmu saja.”
DEG…. Mendadak jantungku berhenti berdetak. Ucapan dan raut wajah seperti ini, sepertinya pernah kurasakan sebelumnya..
“kenapa ia terlihat seperti “Bocah Apel” ?” tanyaku dalam hati.
“Kau kenapa?Kau baik-baik saja kan?” Tanya nya cemas.
“Ah…iya, aku baik-baik saja”
“Seoul sudah banyak yang berubah,yaa…” Aku mencoba untuk tak mengingat-ingat “Bocah Apel” itu, dengan cara memulai mengajak TOP berbicara santai denganku.
“Iya, sudah banyak sekali.” Jawabnya.
“Tapi, tempat ini tidak berubah sama sekali.”
“kau menyukai bunga sakura?”
“Iya..bunga ini mengingatkanku pada kenangan semasa kecil. Hahaha, dulu waktu kecil aku begitu nakal.”
“Kau asli orang Korea?” lanjutku bertanyaku padanya.
“Iya,sudah 25tahun aku lahir dan besar di Negara ini. Kau sendiri bagaimana?”
Entah, mungkin ini alasannya aku menyukai pohon sakura. Berada di bawah pohon sakura terasa menenangkan bagiku, dan kini aku merasa lebih rileks dan tenang.
“Lima belas tahun sudah , aku pergi meninggalkan Korea dan tinggal bersama Ibuku Jepang, tepatnya Fukuoka. Namun, aku lahir disini dan sempat tinggal di Korea sampai umurku sepuluh tahun.”
“Jadi, umurmu juga dua puluh lima?”
“Iya, umurku sama denganmu.” Jawabku sambil tersenyum.
“Alamat disurat itu?” Rupa nya, ia masih penasaran akan alamat yang tertera dicatatan tersebut.
“Oh, alamat ini..” kuambil catatan tersebut dari saku jaketku.
“Ini alamat rumah kakakku. Orang tuaku bercerai, ketika usiaku sepuluh tahun. Oleh karena itu, diumur sepuluh tahun aku pergi meninggalkan Korea menuju Jepang. Selama itu pula, aku terpisah dengan kakakku. Kang Ji Hwan, namanya.. Namun, sudah empat bulan ini dia tak membalas suratku, aku jadi khawatir dan…..”
Belum selesai aku bicara, rupanya TOP sudah mampu menangkap maksud pembicaraanku “Kau kemari, untuk menemuinya? Kenapa kau tak meneleponnya saja?”
Akupun menggeleng,
“Kenapa memangnya?”
“Aku belum siap untuk bertemu dengan ibu baruku. Kakakku belum sempat meninggalkan nomor ponselnya padaku, ia baru memberikan nomor telepon rumah yang sekarang ia tempati bersama keluarga ayah yang baru.”
“Luka lima belas tahun yang lalu, begitu membekas padamu ya?”
“Ya..begitu membekas hingga membuatku takut. Aku takut, kakak tak bahagia tinggal bersama ibu baru, makanya itu aku memantaunya melalui balasan surat darinya.Namun, sudah empat bulan ini dia tak membalas suratku, aku begitu khawatir..Tapi, aku terlihat seperti pengecut yang masih takut dengan luka masa lalu.”
Kenapa-kenapa air mata ini tiba-tiba menetes, aku tak bisa mengontrol laju air mata yang mengalir. Ada apa ini? Kenapa aku malah menangis didepannya?? Kenapa ? kenapa tak bisa berhenti ?
TOP pun langsung meraih tubuhku , dan memelukku.
“Menangislah dibalik pelukanku ini. Tak kan ada orang yang melihatmu menangis disini.” Ujarnya sambil memeluk lembut tubuhku.
***
Kubuka mata ini, kulihat keadaan sekitar.
“Apa ini sudah pagi? Berarti semalam aku tertidur di…..” belum selesai aku berbicara sendiri pada diriku ini, kucari keberadaan TOP. Namun, yang kudapati malah segelas kopi hangat yang masih lengkap dengan asap hangatnya dan serta seiris roti berselai yang sepertinya terlihat mengeyangkan.
“Pergi kemana dia?”
Kutanya pada karyawan sebuah salon, yang tak jauh dari tempatku duduk.
“Maaf..apa kau tahu kemana temanku pergi ? aku adalah orang yang tertidur di kursi itu.” Sambil kutunjuk kearah kursi yang sempat kududuki tadi.
“Oh..Kekasihmu ? dia sepertinya tadi sedang mencari telepon umum. Tadi, dia juga sempat menanyaiku apakah aku punya charger-an handphone karena katanya baterai handphonenya lemah. Namun, sayang tipe handphoneku tidak seperti tipe handphone nya.”
“Oh..begitu rupanya. Gamsahamnida”
“Ne..”
Aku pun segera berjalan lagi menuju kursi itu, namun ketika aku melihat kaca salon. Kudapati rambutku yang terlihat mulai memanjang. Dulu, aku tak pernah suka bila mempunyai rambut panjang.
*FLASHBACK*
“Ibu.. pokoknya aku ingin rambutku pendek seperti kakak ! Aku tak suka rambut panjang !”
“Tapi, Jae Ri..kau ini kan wanita.. Rambut adalah mahkota dari seorang wanita.. Panjangkan sedikit rambutmu ya,sayang..”
“Aku tidak mau, Bu. Aku ingin hidup seperti kakak !” kutinggalkan ibu di rumah, yang kala itu terus memaksaku untuk memiliki rambut panjang.
*FLASHBACK END*
Kubelai rambut panjangku ini di depan kaca. Tanpa sadar, TOP sudah berdiri di belakangku. Aku bisa memandanginya lewat jendela salon tersebut.
Betapa tinggi nya dia bila dibandingkan denganku. Apakah kakak juga setinggi ini sekarang ? Apakah kakak juga setampan dia ? Eh…kenapa aku berkata seperti itu sich ! Tapi, apa “Bocah Apel” juga setinggi ini ? Hah…pikiranku mulai kacau sekarang bila memikirkan dia.
“Aku ingin memotong rambutku.”
“Kau potong seberapa?”
“Pendek..seperti rambutmu.”
Ia memainkan rambutku dengan tangannya. Ia tata rambutku yang panjang ini. Aku masih memandanginya lewat jendela.
“Segini?” Tangannya memegang ukuran rambut yang sekiranya ingin kupotong.
“Iya.” Jawabku sambil mengangguk.
“Apa nanti aku masih akan tetap terlihat cantik?”
“Selamanya.. yang namanya perempuan itu pasti dia akan tetap terlihat cantik dalam kondisi apapun..Dan itu juga berlaku untukmu.”
Ia pun melingkarkan tangannya pada leherku. Kini, ia sedikit membungkukkan badan. Dan tinggi kita berdua di kaca terlihat sejajar sekarang.
“Sudah kau makan roti nya?” Bisiknya di telingaku.
Akupun menggeleng.
“Sudah, roti nya dimakan dulu. Setelah itu baru kau potong rambutmu ini.” Perintahnya.
Ia sama sekali tak melarangku untuk memotong rambut ini. Perasaanku mulai terasa aneh terhadapnya.
***
Yap, sekarang rambutku sudah dipotong. Dan aku sekarang memiliki rambut yang sama panjangnya dengan rambut seseorang yang dari tadi menungguku selama rambutku ini dipotong. Kenapa rasa nya aku seperti ditemani oleh kakak ya ?
“Sudah selesai, Nona.” Ujar karyawan salon yang memotong rambutku.
Akupun segera menghampiri TOP,
“Bagaimana?”
“Aduhh..menyilaukan. Cantik mu masih menyilaukanku.”
“ihh.. kau ini apa-apaan sich.” Kupukul tangannya.
Kami berdua pun berjalan keluar meninggalkan salon tersebut.
“Hei, cantik.. kau jahat padaku.”
“Jahat ? aku ?”
“Iya..apa kau sadar, apakah kau sudah menyebutkan namamu ? Selagi kau belum mengatakan siapa namamu maka aku akan memanggilmu “Cantik.”
“Ah…iyaa… Aku lupa. Hahaha, kenapa bisa ya ? Namaku Kang Jae Ri.” Ujarku sambil membungkukkan badan di hadapannya.
“Aneh. Wanita lain kalau kurayu seperti ini, dia pasti akan lebih memilih untuk tak menyebutkan nama nya supaya bisa kupanggil “Cantik”. Tapi ini, kau malah sebaliknya. Perlu usaha ekstra sepertinya untuk merayumu.”
“Apa ? kau barusan bilang apa?”
TOP malah berlari begitu saja, kukejar dia.
“Hei, tunggu kau ya ! kemari !”
Ia pun berhenti didepan warung Ramyun, ia menoleh kearahku dan mengajakku untuk makan didalam. Aku belum memberikan kepastian kepadanya, ia telah meraih tanganku dan membawaku masuk kedalam. Di dalam, penjual ramyun sudah menyapa kami berdua. TOP pun langsung memesan dua mangkuk ramyun. Tangannya masih menggenggam tanganku. Orang-orang yang ada didalam seolah seperti melihat kearah kami berdua. Apa ini gara-gara warna rambutnya yang begitu mencolok sehingga orang-orang tersebut melihat kearah kami berdua ?
“Kau masih suka ramyun kan ?” Tanya nya padaku.
“Iya..tentu saja.”
“Kapan terakhir kali kau makan ramyun seperti ini?”
Huu…namun tiba-tiba Ramyun pesanan kami telah datang. Begitu cepat pelayanan di warung ini. Aku hampir tak sempurna melihat wajah TOP yang ada didepanku karena asap dari ramyun yang panas telah menghalangi pandanganku.
“Seperti ini? Hmm.. ketika umurku sepuluh tahun, kala itu hujan turun. Biasanya aku dijemput kakak jika aku pulang sekolah tapi hari itu malah dia yang menjemputku. Karena hujan turun dan dia mendengar perutku berbunyi sambil berteduh sekalian dia membawaku ke warung penjual ramyun seperti ini.” Ceritaku panjang, sambil membelah sumpit yang masih tersambung satu itu.
Ia lebih dulu menyantam ramyun nya, lalu melanjutkan bertanya padaku. “Dia?”
“Dia teman semasa kecilku.” Jawabku sambil mengunyah ramyun yang masih ada dimulut.
“Yah…” mendadak ia tertegun.
“Kenapa?”
“Lihatlah kebelakang !” akupun segera melihat kebelakang, kulihat air yang mengalir begitu deras dari atas.
“Hujan ya…”
“Nampaknya ini seperti cerita mu.” Ujarnya sambil kembali menyantap ramyun. Mendengar ucapnya, aku jadi terdiam memandanginya.
“Kenapa kau malah memandangiku ? Ayo, habiskan ramyun mu. Kalau tidak, ramyun mu itu akan kuhabiskan.”
“Ini, habiskan saja punya ku.”
“Hei..ada apa denganmu ? Apa ucapanku ada yang salah ?”
“Tidak..tidak ada..aku hanya mendadak jadi tak punya selera makan lagi..”
“Aku dulu mempunyai seseorang yang kusuka. Namun, ia selalu melihatku sebagai sosok yang lemah. Aku ingin menunjukkan diriku ini yang sekarang dihapannya, bahwa aku tak terlihat lemah seperti dulu lagi. Dan sekarang, aku minta pendapatmu. Apakah aku ini terlihat seperti seseorang yang lemah ?”
“Untuk apa kau mendadak minta pendapatku?”
Hah..mendadak kini selera makanku timbul kembali. Kumakan saja ramyun ini.
“Aku hanya minta pendapatmu, apa tidak boleh ?”
“Tidak. Kau begitu tinggi, kau juga tak terlalu kurus. Aku menyukai ketika kau berjalan. Ya, kau tak memiliki kekurangan.” Sambil kuayunkan sumpit ini ke wajahnya.
“Wanita itu pasti beruntung.”
“Kuharap juga begitu.”
“Apa kau sudah pernah menciumnya ?”
“Uhuk..Uhuk..” mendengar pertanyaan konyol ku, ia spontan langsung tersedak.
“Hei..kau ini ! untuk apa tanyakan itu !”
“Ya..gara-gara kau yang memulai cerita aku jadi penasaran dengan kehidupanmu.”
“Tapi, kalau kau penasaran bukan seperti itu pertanyaannya.” Ia pun segera meminum air putih yang tersedia disamping kami masing-masing.
Selesai…. Ramyunku sudah habis kumakan dan aku bersiap-siap untuk…
Namun segera itu juga, TOP langsung menutup mulutku..
“Jangan bersendawa ditempat seramai ini.”
Sekali lagi, perilakunya membuatku mematung. Aku terdiam melihatnya. Kenapa dia bisa tahu kebiasaanku yang bersendawa setelah selesai makan ramyun, yang mengetahui keburukanku ini hanya kakakku dan…
Si Bocah Apel itu..
Apa dia ? Aku buru-buru segera berlari keluar. Aku tak berani untuk menatapnya, dari belakang terdengar suaranya memanggil-manggil namaku. Kututup telinga ini, agar aku tak lagi mendengar suaranya.
“Kakak..” panggilku sambil menangis.
“Kakak, bolehkah aku menangis ?”
Akupun menangis meraung-raung ditengah jalan, orang yang berlalu lalang semuanya memandangiku, ada yang memandangiku kemudian ia akan berbisik-bisik kepada temannya. Namun aku tak peduli, aku begitu ingin menangis.
Tiba-tiba ditengah aku menangis ada yang memelukku. Aku begitu merasa kecil berada dipelukannya.
“Sudah, lepaskan aku.” Pintaku sambil menangis, namun ia tak mengabulkannya.
“Kubilang, lepaskan !” kini nada suaraku terdengar membentaknya. Ia segera melepaskan pelukannya.
“Jangan ikuti aku lagi. Sudah, pulanglah. Aku tak ingin melihatmu lagi.” Kuambil uang yang masih kupunya di saku jaket, dan kuberikan padanya.
“Ini, ganti semua biaya yang sudah kau keluarakan untukku. Terima kasih untuk segalanya.”
Aku pun segera berbalik meninggalkannya, namun suara langkah kaki masih dapat kudengar dengan jelas.
“Aku bilang berhenti mengikutiku, berhenti untuk selalu menjagaku. Hiduplah dengan kehidupannmu . Kumohon berhenti sampai disini.”
Air mata ini semakin deras mengalir, aku sudah tak jelas untuk memandang sekitarku karena mata ini telah dipenuhi oleh banyak air mata. Aku berjalan pelan menjauhi nya, kini tak kudengar lagi langkah kaki dibelakang yang mengikutiku.
“Bodoh ! kau benar-benar pergi ? kau memang belum berubah..”
***
Kini, aku berjalan sendirian menuju stasiun kereta. Aku jadi teringat lagi olehnya, pertemuanku dengannya.
Mengapa ia selalu ada disaat aku seperti ini ? Namun, kali ini aku benar-benar sendirian. Ini yang tak kupunya, dulu aku selalu ingin jadi seperti kakak. Terkadang aku sampai tak menyadari jika aku ini wanita, hanya ketika aku bersama nya aku baru bisa menyadari bahwa aku ini ternyata seorang wanita.
“Aku benci ketika dekat dengannya, aku benci menjadi wanita !”
itu, dulu kalimat yang selalu aku teriakkan.
Ia penakut, tapi dia tak punya rasa takut…
Lain hal nya denganku, aku bukan seorang penakut tapi aku mempunyai rasa takut.
Rasa takut yang paling membekas adalah ketika ayah dan ibu bercerai dan aku mengetahui bahwa kakak akan tinggal bersama ayah dan aku akan tinggal bersama ibu. Aku takut berpisah dengan kakak, Namun disaat seperti itu aku membentaknya dan menyuruhnya untuk pergi.
Ketika itu ia pun tak hadir untuk sekedar mengantar kepergianku di bandara. Ia benar-benar pergi.
Padahal waktu itu, aku benar-benar membutuhkan kehadirannya. Sama seperti sekarang dan kejadian lima belas tahun yang lalu terulang kembali.
Ia benar-benar pergi..
***
Jarak menuju kediaman kakak akan semakin dekat, tapi mengapa aku justru semakin merasa takut ? kuambil catatan yang kusimpan disaku jaketku. Kupandangi catatan itu, namun mengapa justru perasaan takut yang semakin aku rasakan ?
Turun dari kereta, langit terlihat gelap.
“Sudah malam rupa nya. Apa besok pagi saja ya aku kerumah kakak ? Lalu hari ini aku menginap dimana ?” kuambil sisa uang disaku ku yang masih tersisa.
“Yah, uangku tinggal segini.. Aku tidur saja di stasiun, besok pagi baru aku akan menemui kakak. Ah..tapi, apa sebaiknya aku kabari kakak dulu ya kalau aku akan menemuinya ?”
kucari telepon umum disekitar stasiun, tak butuh waktu lama untuk mencarinya. Segera kutekan nomor telepon yang kutuju, aku hafal diluar kepala nomor telepon rumah kakak.
Masih terdengar suara bordering, belum ada orang disana yang mengangkat teleponku. Namun, tak beberapa lama..
“Yeoboseyo…” terdengar suara wanita yang menjawab teleponku. Tubuhku mendadak keringat dingin, aku tahu siapa dia, siapa yang mengangkat telepon ini.
“Yeoboseyo…” ulang nya lagi. Namun, aku masih tak menjawabnya.
“Ini, Jae Ri ? Apa ini Jae Ri ?” ia selalu bertanya seperti ini, ketika aku menelepon dan dia yang mengangkatnya. Kenapa, ia selalu mengetahuiku ?
“Tut…tut..tut..tut…” kututup segera teleponnya.
Aku tak sanggup lagi untuk berlama-lama ditempat ini. Tubuhku lemas seketika, aku masih merasa belum siap untuk bertemu, rasa takut untuk melanjutkan yang hadir kembali didalam diriku. Dan kali ini, aku membutuhkan kehadirannya…
“Seung Hyun” seketika itu, pandanganku menjadi gelap…
***
Kubuka mata ini perlahan, kepalaku disandarkan dibangku seeorang. Kutoleh siapa dia, dan betapa terkejutnya aku melihat Seung Hyun yang ada disampingku sedang terlelap tidur. Wajahnya terlihat seperti orang yang beberapa hari belum mandi, namun tetap terlihat tampan.
Segera kucium badan ini, Uh..rupanya akupun sama, beberapa hari ini aku juga belum mandi..
“Apa dia mengikutiku ? Ia benar-benar tak pergi meninggalkanku ?”
Sepertinya aku membawa saputangan, ahh..benar saja. Segera ku berlari menuju kamar mandi, kubasahi sedikit sapu tangan ini dengan air. Kuusapkan ke wajahnya dengan lembut. Kubersihkan wajahnya yang mulai terlihat kotor.
“Kakak, apa kau tahu ?”
“Seung Hyun sekarang sudah berubah… Ia sekarang lebih tinggi daripada aku, ia juga tampan kak. Ia bukan laki-laki lemah lagi, eh..tapi sebenarnya dia tidak lemah sama sekali , kak. Itu hanya ucapan sesaatku karena saat kecil aku selalu benci dengannya. Apa kakak tahu ? sekarang, aku tak lagi membencinya. Aku ini benar-benar seorang wanita, seperti yang kakak katakan.”
Tiba-tiba saja ia membuka matanya, rasa ini semakin tak terbendung lagi.. Kini aku benar-benar menyukai nya.. Andai dia tahu perasaanku ini ?
“Kau ? apa yang kau lakukan ?”
“Sebagai tanda terima kasihku, aku membersihkan wajahmu.”
“Kapan kau sadar, apa sekarang kau baik-baik saja ?”
“Iya…”
“Hari sudah pagi, kau sudah bersiap untuk menemui kakakmu ?” Tanya nya padaku, sambil membenarkan posisi badannya.
Aku masih belum yakin.. jadi, aku terdiam beberapa saat..
“Tenang, aku ada bersamamu. Temui kakakmu, jangan buat usaha mu selama ini sia-sia. Pastikak kakakmu baik-baik saja disana..” aku menatapnya sambil tersenyum.
***
Kuberanikan diri untuk menemui kakakku,
“Seoul, Daegu, Uiseong, 46-12, Green Core”
Rumah bercat hijau muda dengan banyak tanaman didepan rumahnya. Ini rumah kakak yang sekarang. Kusentuh pagar rumah ini, namun aku tak memiliki keberanian untuk membuka nya. TOP memegang tanganku dan membantuku mendorong pagar rumah itu. Aku memandang kearahnya, ia membalas dengan senyuman.
Setidaknya, senyuman itu yang kubutuhkan untuk sedikit memberanikan diri ini untuk masuk ke rumah itu. Kutekan bel yang ada di depan rumah, beberapa kali sempat kutekan namun tak ada respon. Tak beberapa lama, seorang wanita cantik yang tengah menggendong anak kecil yang membuka pintu tersebut.
“Kang Ji Hwan nya , ada ?”
Inikah ibu baruku ? Ia begitu terlihat cantik, mata nya seperti mata kakak yang membuatku tenang ketika pertama kali menemuinya. Baru pertama kali ini aku menemuinya, ia terlihat seperti sosok seorang ibu yang sabar.
“Kau, Jae Ri ?” Tanya nya sambil tersenyum.
Kini aku memberanikan diri untuk menjawabnya,
“Iya..” balasku sambil tersenyum
“Rupa nya,kau begitu cantik.” Itu kalimat pertama yang ia katakan kepadaku. Aku tersipu malu mendengarnya. Suaranya begitu terdengar lembut.
“Kakakmu baru saja keluar. Tapi, mungkin sebentar lagi dia akan kembali. Ayo, masuklah.”
“Tidak, aku menunggunya di luar saja. Aku bersama temanku akan menunggunya diluar, bu.”
Aku menunjukkan sosok TOP yang berdiri didekat pagar kepada ibu baruku.
“Dia kekasihmu ?”
“Bukan… Dia temanku semasa kecil.”
“Oh, iya..” Jawabnya antusias.
“Baiklah, aku akan menghubungi Ji Hwan bahwa kau ada disini.”
“Baik, Bu.”
Aku segera pamit dengan ibu baruku, dan menghampiri TOP yang daritadi setia menungguku.
“Bagaimana ?” Tanyanya.
“Kakak sedang keluar, kita tunggu di taman depan rumah itu saja bagaimana?”
“Baiklah.. Oiya, Ibu Barumu terlihat seperti wanita baik.”
“Iya..teryata aku telah salah menilainya.” Ungkapku sambil berjalan menuju taman didepan rumah.
***
Aku duduk diatas ayunan yang ada ditaman tersebut, TOP menemaniku dengan duduk di ayunan sebelahku.
“Aku ingin bertanya kepadamu, Jae Ri.. Bolehkah ?”
ujar TOP yang tiba-tiba mengawali pembicaraan. Jantungku berdetak kencang, aku berfikir seperti apa pertanyaan yang akan dia lontarkan. Perasaan cinta kah ? Sungguh, kenapa kali ini aku berharap dia mengutarakannya ?
“Iya, baiklah..” jawabku sambil kuatur nada bicaraku.
Kupasang telinga ini dengan teliti, supaya aku bisa mendengar apa pertanyaan yang ingin dia tanyakan kepadaku.
“Kau adalah orang kaya, kau memiliki segalanya dirumah. Semua benda kesayanganmu ada disana, namun tiba-tiba rumahmu kebakaran. Tak butuh waktu lama untukmu menyelamatkan diri, andai kau diberi kesempatan untuk menyelamatkan barang dalam waktu 30 detik, barang apa yang akan kau selamatkan ?”
Ia mengatakan hal itu padaku, dengan pandangan serius. Oke, aku mengerti maksudnya. Dengan serius kujawab pula pertanyaannya.
“30 Detik ? akan kuselamatkan satu foto keluarga kami yang terpajang di ruang tamu. Di foto tersebut, Ibu;Ayah;Kakak;dan aku terlihat tersenyum gembira. Aku tak akan membiarkan kenangan seperti itu hilang, karena saat-saat seperti itu, saat-saat bisa berkumpul bersama dengan saling bercanda pasti tak akan terulang untuk kedua kalinya dalam hidup kita.”
“Hanya sebuah foto ? padahal masih ada banyak barang kesayanganmu yang masih ada disana ?”
“Iya, hanya sebuah foto itu yang akan kuselamatkan.”
Sesaat ia terdiam memandangiku, kemudian ia mengatakan suatu hal..
“memang benar, sifat dasar seseorang selalu tak akan pernah bisa ditipu oleh waktu..”
“Apa kau percaya akan takdir ?” tanyaku balik, kepadanya.
“Setelah aku melakukan suatu usaha, aku baru akan percaya terhadap takdir.” Jawabnya tegas.
Setelah itu, kami berdua sama-sama saling tak mengatakan apapun. Hanya terdengar suara ayunan yang kami ayunkan secara bergantian, hingga pada akhirnya sebuah mobil hitam berhenti di depan taman.
Seorang pria berkacamata keluar dari mobil tersebut. Pria itu berjalan menuju arah kami berdua, semakin jarak antara aku dan pria itu dekat aku semakin yakin kalau itu adalah
“Kakakkkkkkkkkkk…”
Aku segera beranjak dari ayunan dan memeluk pria yang ternyata adalah kakakku. Aku memeluknya begitu erat, badannya wangi parfum tapi dibalik wangi itu, aku masih bisa mencium wangi aroma badan kakak. Aku menyebutnya, aroma kakak seperti aroma vanila. Sampai-sampai waktu kecil dulu, koleksi parfum yang kupunya semuanya beraroma vanilla.
“Sudah lama kau menunggu disini?”
“Hahaha..kakak masih saja mengkhawatirkan aku ya. Aku ini kan sekarang sudah dewasa.”
“Dan semakin terlihat cantik.” Tambah kakak.
Ternyata wajah kakak, juga tampan tak kalah tampannya dengan TOP .
“Kau masih memelihara gaya rambut pendek ini, Jae Ri ?” mendengar kakak memanggil namaku, air mata bahagia langsung mengalir di mata ini.
“Hei, Jae Ri..kau kenapa ?” Tanya kakak khawatir.
“Tidak, aku hanya merindukan suara kakak yang memanggil namaku lagi.” Jawabku, sambil kuusap air mata yang keluar ini.
“Apa kakak bahagia?”
“Ya..aku bahagia.. kau bagaimana?”
“Aku senang jika mendengar kakak bahagia, akupun juga bahagia.”
“Kau tadi sudah bertemu dengannya ?”
“Iya, dia begitu cantik. Adik-adikmu juga cantik.”
“Kau juga bertemu dengan adikku ?”
“Iya, tadi ibu membukakan pintu sambil menggendongnya.”
“Kau sudah bisa menerima keberadaanya ?” yakin kakak.
“Iya, berkat dia.” Aku menoleh kebelakang, kutunjuk TOP yang berdiri tak jauh dibelakangku
“Tapi, lambat laun aku harus bisa menerima keberadaannya sebagai ibu yang baru. Dan sekarang, adalah saat yang tepat. Aku tak mau membawa luka ini terlalu lama, aku sudah lelah, kak.”
Kakak kembali memelukku, ia mencium lembut keningku. Kemudian ia berjalan menuju kearah TOP ,
“Lama sudah kita tidak berjumpa, “Bocah Apel” “ sapa kakakku dengan mengajakkan berpelukkan.
“Kau sudah tahu?” jawab TOP dengan tatapan tajam.
“Hahaha… kau tak bisa menipuku, tapi kurasa adikku juga sudah tahu kalau kau ini si “Bocah Apel”.”
“Kau tetap tampan.” Ujar TOP dengan nada datar.
“Hahaha.. itu kalimat yang kau ucapkan pertama kali ketika bertemu denganku ? wah kau ini..”
Dari kejauhan kulihat, kakakku sering tertawa ketika bersama TOP. Akupun penasaran akan pembicaraan mereka berdua. Apakah kakak sudah tahu, kalu sebenarnya TOP itu adalah Seung Hyun atau si “Bocah Apel” ?
“Terima kasih..” mendadak nada bicara kakak mulai serius.
“Untuk apa?”
“Karena telah menjaga Jae Ri sampai sekarang. Kau selalu berada disisinya, ketika posisiku disampingnya sedang tidak ada. Kini, aku percayakan Jae Ri sepenuhnya kepadamu. Jagalah dia..”
“Terima kasih, Hyung.. Oiya, Hyung apa kau percaya akan takdir ?”
“Aku tidak akan percaya, sebelum aku berusaha.”
Kini kakak berjalan kembali kearahku,
“Jae Ri, kau mau mampir ke apartementku ?”
“Tidak..sepertinya aku harus pulang.” Kutengok TOP yang masih ada dibelakangku.
“Kak, tinggalkan aku alamat tinggalmu dan nomor ponselmu..”
Segera itu, kakak langsung mengeluarkan kartu nama, ia berikan kartu nama itu padaku, kubaca kata per kata yang tertera pada kartu nama itu.
“Baiklah kalau begitu, lain kali mampirlah ketempatku. Kalau ada apa-apa kau hubungi aku.. Maaf, Jae Ri aku harus mengurusi barang-barang pindahanku karena sekarang aKu ingin hidup mandiri dan aku baru saja pindah rumah jadi masih harus bolak-balik sana-sini untuk mengurus barang.”
Akhirnya kami berpamitan pada kakak, suasana terasa sunyi kembali.
***
“Terima kasih, TOP beberapa hari ini kau telah menemaniku. Sekarang, saatnya kita berpisah. Senang berkenalan denganmu dan semoga kita akan bertemu lagi suatu saat. Oiya, mainlah ke Fukuoka.” Ujarku sambil tersenyum
Kubalikkan badan ini, sebenarnya kaki ini enggan untuk melangkah. Tapi, perjalananku sudah sampai tujuan dan sekarang memang waktunya untuk pulang.
Namun dari belakang, tiba-tiba TOP memelukku..
“Panggil aku “Bocah Apel” “ ia membisikkan kalimat itu ditelingaku
“Aku merindukkannya, Jae Ri.” Tambahnya
“Bocah Apel” ungkapku sambil kutundukkan kepala.
“Baiklah, karena kau sudah mengatakannya, aku yakin karena beberapa hari ini kau banyak berjalan kakimu pasti sakit. Ayo sini, kugendong.” Seung Hyun membungkukkan badannya didepanku, ia menyuruhku untuk naik kepundaknya supaya ia bisa menggendongku. Akupun menurutinya,
“Rasa cinta ini tak mudah untuk kudapat namun tak mudah juga untuk kulepas…
Perlu ada pengorbanan, perlu ada perjuangan..
Seperti pahlawan….
Kita nyatakan saja…
Pada mereka, perasaan kita berdua di negeri ginseng ini…”
“Salah, Seung Hyun..lebih tepatnya seperti ini
Kita nyatakan saja..
Pada mereka, perasaan kita berdua di Uiseong ini…” sahutku membenarkan.
Seung Hyun tertawa keras dan membenarkannya.
“Apa wanita yang kau maksud saat di warung ramyun itu adalah aku?”
“Menurutmu?” jawabnya sambil melirik ke arahku.
“sejak kapan kau menggunakan nama TOP, kenapa kau tidak menggunakan nama aslimu saja ?”
“Pekerjaanku menuntutku untuk tidak menggunakan nama asliku… Oiya, Jae Ri mumpung kita masih ada di Uiseong-gun ini, bagaimana kalu kita mengunjungi “HAN’S FARM” ?”
“Kalau kita kesana, nanti pekerjaanmu bagaimana? apa teman kerjamu tak menghubungi mu?”
“Sudah tenang saja, takkan ada yang bisa memecatku… takkan ada pula yang bisa mengubungiku, Hahaha..”
“Kenapa memangnya?”
” Karna baterai ponselku sudah habis sejak beberapa waktu yang lalu..”
“Yaa…baiklah, terserah kau sajalah..”
“Jae Ri, Nanti, disana kau akan bisa merasakan apel yang pernah kau rasakan sepuluh tahun yang lalu.. Disana nanti, kita juga bisa mencicipi wine apel”
“Wine apel ?” tanyaku dengan nada manja.
“Iya..”
“Waahh, mau-mau..”
“Eh..tapi wine apel nya hanya aku yang boleh minum.”
“Ih, kau curang ah…kupukul kau.”
“Eh, kau jangan terlalu banyak gerak nanti kita berdua akan jatuh, kalau kau jatuh dan luka maka cantikmu ini akan hilang, cantikmu ini tak boleh hilang dari tubuhmu Jae Ri.”
Hingga HAN’S FARM , Seung Hyun terus menggendongku..
Kuharap perasaan kami berdua ini bisa didengar oleh orang-orang sekitar Uiseong-gun..
Eh, tidak-tidak..orang-orang sekitar Daegu juga..
Eh salah, lebih tepatnya..orang korea selatan…..
Ah tidak..Fukuoka juga harus mendengarnya….
Tidak…tidak…kali ini aku ingin bahwa orang-orang di seluruh DUNIA mendengar perasaan kami ini..
Yang tulus untuk saling mencintai…
Saling melengkapi…
Saling mengisi…
Dan akan menjadi sebuah tim yang solid…
Dan yang terakhir,
“Apakah kalian percaya akan takdir ?
TOP, KANG JI HWAN and KANG JAE RI ^^
The End……
- Cast : TOP (BIGBANG), Kang Ji Hwan (Aktor Lie To Me)
- Diluar Cast, buatan pengarang : Kang Jae Ri
- Fanfic ini by : admin TOP